"Kalau kita lapar itu biasaKalau kita malu itu juga biasaNamun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat ituDoakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.Yoo...ayoo... kita... Ganjang...Ganjang... MalaysiaGanjang... MalaysiaBulatkan tekadSemangat kita badjaPeluru kita banjakNjawa kita banjakBila perlu satoe-satoe!"
-Soekarno.
Kutipan diatas diambil dari pidato Bapak Bangsa kita, Soekarno, saat menyatakan perang dengan Malaysia 1962-1966. Perang ini berawal dari keinginan Federasi Malaya lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord. Oleh karena itu Keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia, sekarang dikenal sebagai Malaysia, sebagai "boneka Inggris" merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.
Tanggal 13 Agustus kemarin kita melihat di berita-berita bahwa ada petugas DKP Indonesia yang ditembaki di perairan Indonesia. Saya pikir, ini penghinaan yang sangat besar karena apa yang mereka lakukan adalah melindungi tanah air kita dengan mengamankan nelayan Malaysia yang masuk ke perairan kita. Tetapi kenapa malah petugas kita yang tidak dipersenjatai ditembaki? Malahan 3 petugas lain ditahan.
Pemerintah seharusnya meneladani sikap Bung Karno yang bertindak tegas guna membela harga diri sebagai bangsa. Belum cukupkah pengalaman dari masa lalu seperti hilangnya Sipadan-Ligitan, kasus Ambalat, pengakuan kepemilikan budaya Indonesia (berulang kali), dan penyiksan TKI kita di Malaysia? Rakyat bosan dengan jawaban klasik pemerintah "kami akan melakukan koordinasi untuk menyelesaikan masalah ini" namun akhirnya menguap tanpa ada kejelasan tindakan. Kemudian peristiwa penghinaan dalam bentuk lain terulang di lain hari dan sikap pemerintah tetap sama tanpa ketegasan. Tegas disini bukan berarti perang, Indonesia cinta damai. Rakyat hanya ingin sebuah tindakan kongkrit dari pemerintah untuk membela harga diri bangsa di dunia Internasional. Seperti Pidato Bung Karno di kesempatan yang lain :
"Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."
Semoga semangat pahlawan2 Indonesia di hari kemerdekaan ini merasuki pemimpin dan seluruh rakyat Indonesia.
Merdeka Seutuhnya !!
0 komentar:
Posting Komentar