Anak-anak sekarang pasti tahu film Upin-Ipin. Film kartun diproduk Malaysia sejak tahun 2007 sekarang tayang setiap hari di TPI. Di Indonesia film ini tayang sejak September 2007 di TVRI bersamaan dengan penayangan pertama di Mayasia yakni di TV9. Setahun kemudian TPI yang mengambil alih penyiarannya di Indonesia sampai sekarang.
Film ini bercerita tentang kehidupan sehari-hari dua orang anak kembar, Upin dan Ipin. Mereka hidup serumah dengan Kak Ros dan neneknya di kampung Durian Runtuh. Upin-dan Ipin bersekolah di Tadika Mesra yang terletak dalam kawasan kampung, di mana mereka berteman dengan banyak teman yang bermacam-macam tingkah lakunya, antara lain ialah Mei Mei yang imut dan berkepribadian cerdas, Jarjit Singh yang gemar membuat humor dan membuat pantun, Ehsan yang suka menyendiri, cerewet dan suka makan, Fizi (sepupu Ehsan) yang penuh keyakinan diri tetapi suka mengejek orang lain, dan Mael yang berkemampuan untuk berjualan dan pandai berhitung.
Film ini berhasil menarik penonton Indonesia karena ceritanya sendiri menceritakan kehidupan sehari-hari anak-anak kampung yang kebetulan hampir mirip dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia. Tidak ada yang salah dalah hal isi cerita Upin-Ipin, akan tetapi seakrang bisa kita amati film tersebut mulai merusak tatanan bahasa Indonesia. kenapa? karena banyak anak-anak kecil yang mulai menirukan logat Malaysia khas Upin-Ipin. Misalnya saat mereka bilang : "betul betul betul", atau saat mereka mengucap "ayam goreng", dan lain sebagainya.
Faktanya anak-anak tetanggaku mereka sering mengucapkan logat sok Malaysia saat berbincang sehari-hari dengan teman-teman mereka. Perlu diingat, mereka anak-anak indonesia yang mempunyai bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia. Saya bukan bermaksud menganggap bahwa bahasa Malaysia jelek, bukan demikian maksud saya. Maksud saya adalah mari kita sebagai manusia Indonesia harus mengajarkan Bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada adik-adik kita semua.
Saran saya sih sederhana, Upin-Ipin tetap boleh tayang namun setelah di dubing ke bahasa Indonesia. Ada baiknya kita kembali mengingat peribahasa "Dimana bumi berpijak disitu langit dijunjung". Film anak-anak yang tayang di Indonesia sudah seharusnya alih bahasa menjadi bahasa Indonesia. Kalo memang terbentur masalah copyright tentang alih bahasa, ya pemerintah harus berusaha menayangkan film-film dalam negeri. Saya pikir animasi-animasi Indonesia tak kalah hebat dengan Malaysia, ingat film animasi Mengejar Mimpi. Akan menjadi kebanggan jika film yang ditonton adik-adik kita adalah film buatan Indonesia.
Saya pikir momentum Agustusan kali ini tepat untuk mengingatkan pentingnya menumbuhkan budaya cinta Indonesia sedini mungkin pada adik-adik kita. Mencintai Indonesia bisa dimulai dari mencintai Bahasa Indonesia. Dirgahayu RI ke 65.
Merdeka Seutuhnya !!
Film ini bercerita tentang kehidupan sehari-hari dua orang anak kembar, Upin dan Ipin. Mereka hidup serumah dengan Kak Ros dan neneknya di kampung Durian Runtuh. Upin-dan Ipin bersekolah di Tadika Mesra yang terletak dalam kawasan kampung, di mana mereka berteman dengan banyak teman yang bermacam-macam tingkah lakunya, antara lain ialah Mei Mei yang imut dan berkepribadian cerdas, Jarjit Singh yang gemar membuat humor dan membuat pantun, Ehsan yang suka menyendiri, cerewet dan suka makan, Fizi (sepupu Ehsan) yang penuh keyakinan diri tetapi suka mengejek orang lain, dan Mael yang berkemampuan untuk berjualan dan pandai berhitung.
Film ini berhasil menarik penonton Indonesia karena ceritanya sendiri menceritakan kehidupan sehari-hari anak-anak kampung yang kebetulan hampir mirip dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia. Tidak ada yang salah dalah hal isi cerita Upin-Ipin, akan tetapi seakrang bisa kita amati film tersebut mulai merusak tatanan bahasa Indonesia. kenapa? karena banyak anak-anak kecil yang mulai menirukan logat Malaysia khas Upin-Ipin. Misalnya saat mereka bilang : "betul betul betul", atau saat mereka mengucap "ayam goreng", dan lain sebagainya.
Faktanya anak-anak tetanggaku mereka sering mengucapkan logat sok Malaysia saat berbincang sehari-hari dengan teman-teman mereka. Perlu diingat, mereka anak-anak indonesia yang mempunyai bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia. Saya bukan bermaksud menganggap bahwa bahasa Malaysia jelek, bukan demikian maksud saya. Maksud saya adalah mari kita sebagai manusia Indonesia harus mengajarkan Bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada adik-adik kita semua.
Saran saya sih sederhana, Upin-Ipin tetap boleh tayang namun setelah di dubing ke bahasa Indonesia. Ada baiknya kita kembali mengingat peribahasa "Dimana bumi berpijak disitu langit dijunjung". Film anak-anak yang tayang di Indonesia sudah seharusnya alih bahasa menjadi bahasa Indonesia. Kalo memang terbentur masalah copyright tentang alih bahasa, ya pemerintah harus berusaha menayangkan film-film dalam negeri. Saya pikir animasi-animasi Indonesia tak kalah hebat dengan Malaysia, ingat film animasi Mengejar Mimpi. Akan menjadi kebanggan jika film yang ditonton adik-adik kita adalah film buatan Indonesia.
Saya pikir momentum Agustusan kali ini tepat untuk mengingatkan pentingnya menumbuhkan budaya cinta Indonesia sedini mungkin pada adik-adik kita. Mencintai Indonesia bisa dimulai dari mencintai Bahasa Indonesia. Dirgahayu RI ke 65.
Merdeka Seutuhnya !!



1 komentar:
nasionalisme sempit!!.Nuh kalau nak didik anak untuk lebih nasionalisme..mulakan saja dari peringkat atasan...kalau dah pemimpinnya jelik...gimana mahu mendidik rakyatnya untuk lebih nasionlisme???
Posting Komentar