walau tidak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya -

Tiga Belas Kosong Enam

Bangku-bangku kayu terasa dingin dan bisu. Lampu teplok menyala di ujung ruangan berbilik bambu. Jelaga pada corong teplok membuat cahaya nampak pucat, seperti wajah keluarga yang duduk di atas bangku-bangku kayu yang bisu.

“Bagaimana menurut kamu?”
“Saya manut Ibu saja,” Jawab anak laki-laki.

Suara anak laki-laki itu parau. Kepalanya tertunduk dengan wajah muram. Adik perempuan yang duduk di sampingnya juga sama. Wajahnya muram seperti cahaya teplok di sudut ruangan.

Lampu-lampu kristal tergantung di langit-langit menerangi ruang. Seorang suami tertegun menatap foto seorang anak prempuan.

“Hari itu tiga belas Juni,” Sang suami menatap foto lebih dalam.
“Karena masalah biaya, kami harus memutuskan siapa yang melanjutkan sekolah. Adik saya mengalah. Dia memberi kesempatan pada saya untuk tetap sekolah hingga saya bisa seperti sekarang”
“Dia adik yang cantik dan baik,” Kata sang istri seraya memberi kecupan di pipi.

Istrinya berlalu untuk mengambil lampu teplok. Lalu menyalakannya di samping foto anak perempuan. Temaram cahaya teplok membawa suaminya larut pada kisah masa lalu. Cahaya dan foto itu pula membuat dia ingat dari mana dia berasal.

“Bagi mas, kamu lebih terang dari lampu-lampu kristal itu..” Ucapnya lirih.


Artikel Terkait:

1 komentar:

Unknown mengatakan...

kiye apiiiiiik luk.... :D